Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) bermula dari program-program yang berasal dari dunia Internasional, pada zaman dahulu di Indonesia program K3 belum diperhatikan betul dan sebaliknya diluar Indonesia seperti Negara maju malah sudah menerapkan apa itu Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Sejarah keselamatan kerja berkembang sesuai dengan dinamika bangsa Indonesia. Beberapa tahun setelah Proklamasi, undang-undang kerja dan undang-undang kecelakaan (terutama menyangkut masalah kompensasi) dibuat. Dan pada tahun 1957 mulai didirikan Lembaga Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Namun pada saat itu seakan-akan program k3 di Indonesia masih bisa dibilang pemaksaan akan tetapi di hampir akhir tahun 2000-an terdapat UU tentang Decent Work (Pekerjaan yang layak), sehingga UU tersebut memaksakan bahwa K3 adalah termasuk syarat wajib untuk memberi rasa nyaman aman untuk para pekerjanya dan disusul lagi dengan peraturan standar perdagangan yaitu sistem ISO 14001 maupun peraturan lingkungan 18001 OHSAS, yang dimana didalamnya untuk bisnis kegiatan Impor-Ekspor harus memenuhi standar peraturan manajemen Internasional termasuk manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), sehingga sedikit demi sedikit secara pelan-pelan setiap perusahaan yang melakukan hal tadi harus melakukan sistim K3 didalam kegiatan perusahaannya.
Berdasarkan penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada penyelenggaraan konstruksi di Indonesia, berbagai masalah dan tantangan yang timbul pada proyek berakar dari rendahnya taraf kualitas hidup sebagian besar masyarakat. Dari banyak pekerja konstruksi Indonesia, lebih dari 50% di antaranya hanya mengenyam pendidikan maksimal sampai dengan tingkat Sekolah Dasar atau sekolah menegah atas. Mereka adalah tenaga kerja lepas harian yang tidak meniti karir ketrampilan di bidang konstruksi, namun sebagian besar adalah para tenaga kerja dengan ketrampilan seadanya dan masuk ke dunia jasa konstruksi akibat dari keterbatasan pilihan hidup.
Tingkat kecelakaan fatal di negara-negara berkembang empat kali lebih tinggi dari negara industri. Direktur Pengawasan Norma Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), Direktorat Pengawasan Norma K3, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Arief Supono mengatakan bahwa 20 dari 100.000 pekerja di Indonesia meninggal dunia. Jumlah tersebut terbilang tinggi bila dibandingkan negara berkembang lainnya. Untuk perbandingan, angka kematian dari 100,000 pekerja di Singapura sekitar 3.5, Malaysia 8.5, Thailand 8.9, Jepang 2.1, dan Uni Eropa hanya sekitar 1.5 (Media Indonesia, 11/2/2011).
Konsep ini diharapkan mampu menihilkan kecelakaan kerja sehingga mencegah terjadinya cacat atau kematian terhadap pekerja, kemudian mencegah terjadinya kerusakan tempat dan peralatan kerja. Konsep ini juga mencegah pencemaran lingkungan hidup dan masyarakat sekitar dan tempat kerja. Norma kesehatan kerja diharapkan menjadi instrumen yang mampu menciptakan dan memelihara derajat kesehatan kerja setinggi-tingginya
Penerapan K3 di Indonesia
Manfaat dan Keuntungan serta Biaya Penerapan K3
Biaya K3 (Cost) meliputi :
- Biaya tindakan pencegahan (Safety Measures)
- Biaya akibat kecelakaan (costs caused by accident)
Keuntungan (Benefit) meliputi :
- Efek Primer : Terhindar dari kecelakaan kerja
- Efek Sekunder : peningkatan produktifitas, reputasi dan nama baik perusahaan